

Mekanisme kelembagaan di tingkat desa sangat penting untuk melindungi kawasan konservasi masyarakat adat. Aspek kunci dari intervensi FES di desa-desa Mandla adalah pembentukan Komite Pengelolaan Sumber Daya Alam atau Prakratik Sansadhan Prabandhan Samitis (PSPS). Para samitis, dipilih oleh Gram Sabha (pertemuan orang dewasa) dan memiliki keanggotaan universal yang memastikan bahwa setiap penduduk desa, terlepas dari status sosial atau ekonominya, memiliki suara dalam fungsi Samiti. Memberi saran kepada Gram Sabha mengenai pengelolaan sumber daya alam dan mempelopori proses pengembangan aturan dan peraturan seputar lahan bersama adalah salah satu tugas komite bersama dengan perencanaan sumber daya alam dan penggunaan lahan.
PSPS menerima pelatihan tentang tata kelola yang terdesentralisasi, membangun perspektif tentang kepemilikan bersama dan perencanaan. Lembaga-lembaga desa telah membuat seperangkat aturan tentang penggunaan sumber daya alam. Aturan-aturan tersebut terutama mencakup aturan batas, aturan perlindungan hutan dan aturan penggunaan sampai batas tertentu. Fokus utamanya adalah mengendalikan penebangan dan penebangan pohon. Di beberapa tempat, mereka juga membuat aturan tentang pembagian ikan yang dihasilkan di kolam desa, dll. Untuk hutan dan aturan penggunaan sampai batas tertentu.
Undang-Undang Panchayati Raj, Perpanjangan Panchayat ke Area Terjadwal, Pengelolaan Hutan Bersama dan Undang-Undang Keanekaragaman Hayati Nasional menyediakan kerangka hukum. Gram Sabha (pertemuan semua orang dewasa di wilayah Panchayat) juga memberikan kerangka kerja yang memungkinkan untuk lembaga konservasi tingkat desa.
Isu-isu konservasi dan tata kelola sumber daya dibahas dengan laki-laki dan perempuan secara terpisah, membangun pemahaman tentang degradasi sumber daya alam di dalam PSPS dan kemudian di Gram Sabha.
Lembaga-lembaga desa yang diperkuat secara aktif mengelola dan melestarikan lebih dari 500 hektar hutan di wilayah proyek dengan mengawasi pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan. Perbandingan dengan hutan yang tidak dikelola oleh masyarakat menunjukkan bahwa hutan yang dikelola oleh masyarakat menunjukkan 60 persen lebih banyak regenerasi, 37 persen lebih banyak kerapatan tanaman, dan 40 persen lebih banyak spesies tanaman.
Penguatan kelembagaan desa mengarah pada artikulasi prioritas desa dan memastikan pengarusutamaan pengelolaan sumber daya dan konservasi. Kelembagaan desa yang kuat mampu merencanakan lanskap, mengatasi masalah seperti fragmentasi hutan dan memperlakukan seluruh kawasan pinggiran hutan sebagai satu kesatuan, terlepas dari pola kepemilikannya. Oleh karena itu, lembaga merupakan unit yang lebih baik untuk meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat, karena dapat menangani 'masalah' untuk seluruh masyarakat dan tidak hanya untuk satu keluarga.