Melestarikan Denyut Nadi Delta: Inisiatif Masyarakat Rufiji untuk Melindungi Ekosistem Mangrove

Solusi Snapshot
Anggota masyarakat menanam kembali hutan bakau di Delta Rufiji
WIOMN

Di Delta Rufiji, Tanzania, hutan bakau mencakup lebih dari 53.000 hektar dan menopang kehidupan ribuan orang dengan menyediakan makanan, bahan bakar, kayu, dan perlindungan pantai. Namun, ketergantungan yang tinggi pada hutan ini dan lemahnya penegakan peraturan telah menyebabkan degradasi yang meluas. Untuk mengatasi hal ini, masyarakat di Nyamisati, Kiomboni, Mfisini, dan Mchinga membentuk Kawasan Pengelolaan Mangrove Kolaboratif Salale dengan pendekatan Pengelolaan Hutan Partisipatif. Solusi akar rumput ini memberdayakan masyarakat setempat untuk mengelola sumber daya secara bersama-sama, memperkuat tata kelola, penatalayanan, dan ketahanan. Dengan dukungan dari mitra seperti USAID, UNEP, dan Konvensi Nairobi, masyarakat telah merestorasi 10 hektar hutan bakau dan secara aktif terlibat dalam perencanaan konservasi. Inisiatif ini mengatasi hilangnya habitat, ketidakamanan mata pencaharian, dan ancaman iklim dengan memastikan bahwa para pemangku kepentingan lokal berada di pusat pengambilan keputusan. Hasilnya adalah pemulihan ekologi dan peningkatan mata pencaharian, yang membuktikan bahwa tindakan yang dipimpin oleh masyarakat dapat melindungi ekosistem penting.

Pembaruan terakhir: 21 Nov 2025
33 Tampilan
Konteks
Tantangan yang dihadapi
Degradasi Lahan dan Hutan
Hilangnya Keanekaragaman Hayati
Erosi
Hilangnya ekosistem
Kurangnya peluang pendapatan alternatif
Tata kelola dan partisipasi yang buruk
Skala implementasi
Lokal
Ekosistem
Mangrove
Tema
Adaptasi
Mitigasi
Jasa ekosistem
Pencegahan erosi
Pemulihan
Lokasi
Kibiti, Pwani, Tanzania
Afrika Timur dan Selatan
Dampak

Kawasan Pengelolaan Mangrove Kolaboratif Salale di Delta Rufiji, Tanzania, telah menghasilkan manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi yang terukur. Secara lingkungan, perlindungan kini mencakup 53.255 hektar hutan bakau, hampir setengah dari total hutan bakau di negara ini, sementara 10 hektar hutan yang terdegradasi telah ditanami kembali, memperkuat stabilitas garis pantai, penyimpanan karbon, dan keanekaragaman hayati. Secara sosial, lebih dari 800 anggota masyarakat dari Nyamisati, Kiomboni, Mfisini, dan Mchinga terlibat langsung dalam pengelolaan, mendapatkan pelatihan dalam pemanenan berkelanjutan, pengembangan pembibitan, dan pemantauan. Perempuan dan pemuda, yang dulunya terpinggirkan, kini berperan aktif dalam tata kelola, meningkatkan kesetaraan dan persatuan. Secara ekonomi, lebih dari 200 nelayan skala kecil melaporkan hasil tangkapan yang lebih baik di wilayah yang direstorasi, sementara berkurangnya tekanan terhadap pemanenan bakau telah memungkinkan diversifikasi ke dalam kegiatan seperti produksi madu dan ekowisata. Bersama-sama, hasil-hasil ini menunjukkan bahwa pengelolaan yang dipimpin oleh masyarakat dapat memulihkan ekosistem sambil mempertahankan mata pencaharian.

Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global (Global Biodiversity Framework (GBF))
Target GBF 1 - Merencanakan dan Mengelola Semua Area Untuk Mengurangi Hilangnya Keanekaragaman Hayati
Target GBF 2 - Memulihkan 30% dari semua Ekosistem yang Terdegradasi
Target GBF 3 - Melestarikan 30% Lahan, Perairan, dan Laut
Target GBF 8 - Meminimalkan Dampak Perubahan Iklim terhadap Keanekaragaman Hayati dan Membangun Ketahanan
Target GBF 11 - Memulihkan, Memelihara, dan Meningkatkan Kontribusi Alam bagi Manusia
Target GBF 14 - Mengintegrasikan Keanekaragaman Hayati dalam Pengambilan Keputusan di Setiap Tingkat
Target GBF 23 - Memastikan Kesetaraan Gender dan Pendekatan Responsif Gender untuk Aksi Keanekaragaman Hayati
Terhubung dengan kontributor
Kontributor lainnya
Alex Peter Rubekie
Jaringan Mangrove Samudra Hindia Barat
Loyce Nathan Ntibona
Jaringan Mangrove Samudra Hindia Barat