Menggunakan Dana Green Sukuk untuk Membangun Pusat Konservasi Maluku di Indonesia

Solusi Lengkap
Kunjungan perwakilan dari Kementerian Kehutanan, Kementerian PPN/Bappenas, UNDP, dan BIOFIN Global ke Pusat Konservasi Maluku.
BKSDA Maluku.

Indonesia merupakan salah satu dari 17 negara megadiverse di dunia, dengan kekayaan fauna dan flora yang luar biasa. Namun, perdagangan satwa liar ilegal telah meningkat di provinsi Maluku, yang mengancam spesies endemik. Situasi ini menunjukkan perlunya memperkuat upaya konservasi spesies, namun memobilisasi dana untuk kegiatan semacam itu merupakan tantangan tersendiri.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, dengan dukungan dari Inisiatif Keuangan Keanekaragaman Hayati (BIOFIN) dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), mengakses dana sebesar 2,7 juta dolar AS dalam bentuk sukuk hijau untuk pembangunan Pusat Konservasi Maluku, yang didedikasikan untuk penyelamatan satwa liar, rehabilitasi, dan pelepasliaran ke habitat alami. Sukuk hijau adalah instrumen keuangan syariah yang mirip dengan obligasi negara, dan penerapannya pada proyek-proyek terkait keanekaragaman hayati sebelumnya masih terbatas.

Pada tahun 2023-2024, 955 burung, 323 reptil, dan 319 hewan lainnya dirawat dan direhabilitasi di Pusat Konservasi Maluku, yang berkontribusi pada konservasi spesies dan ekosistem.

Pembaruan terakhir: 03 Dec 2025
104 Tampilan
Konteks
Tantangan yang dihadapi
Penggunaan yang saling bertentangan / dampak kumulatif
Perburuan liar
Kurangnya akses ke pendanaan jangka panjang
Kurangnya kesadaran masyarakat dan pengambil keputusan
Kurangnya kapasitas teknis

Provinsi Maluku di Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, dengan berbagai macam spesies burung endemik seperti nuri, kakatua, dan kasturi. Hal ini telah menarik para pedagang satwa liar ilegal yang mencari keuntungan besar dari menangkap dan menjual satwa di pasar gelap. Selama beberapa dekade, perdagangan satwa liar di Maluku semakin meningkat, yang juga menyasar reptil dan mamalia. Situasi ini menambah tekanan terhadap spesies asli dan habitatnya.

Meskipun upaya konservasi perlu diperkuat, namun kegiatan tersebut sering kali membutuhkan dana yang terbatas. Di Indonesia, sukuk adalah instrumen seperti obligasi yang biasa digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur besar. Indonesia meluncurkan sukuk hijau pertamanya pada tahun 2018, yang bertujuan untuk menarik dana untuk proyek-proyek berkelanjutan. Namun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menghadapi kesulitan dalam menyalurkan dana dari penerbitan sukuk hijau untuk membiayai proyek-proyek mereka, karena mereka biasanya tidak memenuhi persyaratan untuk memenuhi syarat untuk mendapatkan pendanaan tersebut.

Skala implementasi
Lokal
Subnasional
Nasional
Ekosistem
Hutan gugur tropis
Hutan cemara tropis yang selalu hijau
Padang rumput tropis, sabana, semak belukar
Tema
Pengarusutamaan keanekaragaman hayati
Pengelolaan spesies
Perburuan liar dan kejahatan lingkungan
Pembiayaan berkelanjutan
Lokasi
Maluku, Indonesia
Asia Tenggara
Proses
Ringkasan prosesnya

Sukuk hijau adalah instrumen seperti obligasi negara yang selaras dengan prinsip-prinsip Islam. Meskipun banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur terkait iklim, inisiatif keanekaragaman hayati menghadapi tantangan dalam mengakses dana dari sukuk hijau. Dengan memberikan bantuan teknis dan membina koordinasi antarkementerian, BIOFIN mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam mengakses dana dari penerbitan sukuk hijau untuk membangun Pusat Konservasi Maluku. Pusat konservasi ini merawat satwa yang diselamatkan dari perdagangan satwa liar ilegal dan melepaskannya kembali ke habitat aslinya, yang berfungsi sebagai pusat konservasi spesies.

Blok Bangunan
Sukuk Hijau: Instrumen keuangan yang selaras dengan prinsip-prinsip Islam untuk mendanai proyek-proyek yang berkaitan dengan iklim dan keanekaragaman hayati

Sukuk adalah instrumen pembiayaan seperti obligasi negara yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yang menyiratkan tidak adanya bunga atas investasi. Meskipun diterbitkan oleh pemerintah, sukuk berbeda dengan obligasi negara konvensional karena sukuk terdiri dari sertifikat kepemilikan berbasis aset, misalnya tanah atau infrastruktur, dan bukan instrumen utang. Imbal hasil investasi berasal dari perjanjian bagi hasil(mudharobah) atau pendapatan dari perjanjian sewa(ijarah). Sukuk biasanya didasarkan pada kumpulan aset dan didukung oleh pemerintah untuk memastikan risiko yang rendah.

Pemerintah Indonesia telah menerbitkan sukuk secara rutin untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur publik seperti bandara, sistem irigasi, dan rel kereta api. Pada tahun 2018, pemerintah meluncurkan sukuk hijau pertama yang dirancang untuk mendanai proyek-proyek yang mendorong pertumbuhan rendah emisi, ketahanan iklim, dan konservasi keanekaragaman hayati di sembilan sektor, termasuk energi terbarukan, transportasi bersih, pertanian berkelanjutan, dan pengelolaan limbah.

Penerbitan pertama, yang tercatat di Bursa Efek Singapura dan NASDAQ Dubai, berhasil mengumpulkan dana sebesar USD 1,25 miliar. Indonesia terus menerbitkan sukuk hijau, yang menunjukkan keberhasilan mekanisme pembiayaan inovatif ini.

Faktor-faktor pendukung
  • Instrumen pembiayaan sukuk yang sudah ada, memfasilitasi penyelarasan dengan pendanaan proyek hijau.
  • Komitmen pemerintah untuk menyelaraskan sukuk dengan tujuan keberlanjutan.
  • Minat investor terhadap instrumen keuangan hijau seperti sukuk hijau.
Pelajaran yang dipetik

Mengarahkan arus keuangan saat ini ke proyek-proyek berkelanjutan dapat berkontribusi secara signifikan dalam menutup kesenjangan keanekaragaman hayati dan pendanaan iklim, mengurangi ketergantungan pada instrumen keuangan baru dan dana tambahan.

Dukungan teknis untuk memastikan proyek keanekaragaman hayati memenuhi persyaratan kelayakan sukuk hijau

Sukuk hijau telah berhasil memobilisasi dana untuk proyek-proyek terkait iklim, sementara proyek-proyek keanekaragaman hayati tidak memiliki kesuksesan yang sama. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menghadapi tantangan dalam mendapatkan dana dari penerbitan sukuk hijau untuk proyek-proyek mereka, karena banyak proyek yang tidak memenuhi persyaratan kelayakan. Misalnya, aset berwujud (misalnya tanah atau infrastruktur) tidak ada, yang merupakan hal mendasar untuk pembiayaan sukuk seperti yang dijelaskan di blok bangunan 1.

BIOFIN memberikan dukungan teknis untuk persiapan proyek dan koordinasi di antara kementerian. Prosesnya dimulai dengan identifikasi proyek keanekaragaman hayati potensial dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kemudian, konsultasi dilakukan di antara para pemangku kepentingan terkait seperti Kementerian Perencanaan dan Keuangan Nasional untuk memastikan proyek-proyek tersebut memenuhi kriteria kelayakan.

Pembangunan Pusat Konservasi Satwa Liar Maluku merupakan salah satu proyek yang teridentifikasi. BIOFIN mendukung pengembangan studi kelayakan dan dokumen desain teknik terperinci untuk membuat proyek tersebut sesuai untuk pendanaan sukuk hijau. Hal ini diikuti dengan konsultasi tambahan dan pertemuan trilateral antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Perencanaan, dan Keuangan, yang mengarah pada persetujuan pembangunan pusat konservasi tersebut dengan dana sebesar USD 2,7 juta dari sukuk hijau.

Faktor-faktor pendukung
  • Ketersediaan dan akses ke para ahli untuk mendukung desain dan persiapan proyek.
  • Kesediaan para pemangku kepentingan seperti kementerian yang berbeda untuk terlibat dalam rapat koordinasi dan memberikan saran untuk menyelaraskan proyek keanekaragaman hayati dengan pendanaan sukuk.
  • Sumber daya keuangan untuk studi kelayakan dan kegiatan desain teknik.
Pelajaran yang dipetik
  • Mekanisme keuangan yang ada mungkin tidak dapat mencapai semua hasil yang diinginkan jika pengembang proyek tidak dapat mengaksesnya. Oleh karena itu, penting untuk tidak hanya mengembangkan instrumen pembiayaan terkait iklim dan keanekaragaman hayati, tetapi juga memperkuat kapasitas teknis pemangku kepentingan dalam mempersiapkan proyek yang dapat didanai dan memenuhi persyaratan kelayakan.
  • Meskipun intervensi keanekaragaman hayati sering kali mengandalkan kegiatan tradisional seperti patroli dan kampanye peningkatan kesadaran, sukuk hijau menunjukkan kasus bisnis untuk proyek-proyek infrastruktur terkait keanekaragaman hayati.
Pembangunan Pusat Konservasi Maluku untuk menyelamatkan dan merawat satwa yang terkena dampak perdagangan satwa liar ilegal

Pusat Konservasi Maluku dibangun dengan tujuan untuk melestarikan satwa liar endemik, melakukan penelitian burung nuri dan meningkatkan kesadaran tentang konservasi dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Pusat konservasi ini menempati lahan seluas 14.135 meter persegi dan infrastrukturnya menelan biaya sekitar USD 2,67 juta, yang didanai dengan sumber daya dari penerbitan sukuk hijau. Fasilitasnya meliputi stasiun rehabilitasi dan konservasi, fasilitas transit satwa liar, dan klinik untuk satwa yang diselamatkan.

Kegiatan utama di pusat konservasi ini adalah perawatan dan rehabilitasi satwa yang diselamatkan dari perdagangan satwa liar ilegal, diikuti dengan pelepasliaran mereka kembali ke habitat aslinya.

Selain kegiatan konservasi, pusat konservasi ini juga menciptakan lapangan kerja lokal dan menyediakan kesempatan pendidikan dan ekowisata bagi masyarakat sekitar. Pusat konservasi ini juga berkontribusi dalam mencegah perburuan dan perdagangan satwa liar ilegal di daerah sekitarnya.

Faktor-faktor pendukung
  • Pengakuan bahwa perdagangan satwa liar ilegal merupakan masalah di Maluku dan komitmen para pemangku kepentingan untuk mengatasinya melalui pusat konservasi yang baru.
  • Kemampuan untuk menarik para ahli untuk bekerja di pusat konservasi.
  • Pendanaan untuk mendukung kegiatan pusat konservasi yang sedang berjalan.
Pelajaran yang dipetik

Di luar tujuan utama konservasi spesies, inisiatif seperti Pusat Konservasi Maluku menghasilkan dampak positif dengan menciptakan lapangan kerja lokal, menarik kegiatan pendidikan dan ekowisata, serta mengurangi perburuan dan perdagangan satwa liar di masyarakat sekitar.

Dampak

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengakses dana sukuk hijau sebesar USD 2,7 juta untuk pembangunan Pusat Konservasi Maluku.

Pada tahun 2023-2024, pusat konservasi ini telah menyelamatkan 955 burung, 323 reptil, dan 319 satwa lainnya, yang kemudian dirawat dan direhabilitasi sebelum dilepaskan kembali ke habitat aslinya. Banyak dari satwa tersebut merupakan korban perdagangan satwa liar. Oleh karena itu, pusat rehabilitasi satwa liar ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap konservasi spesies dan ekosistem di Indonesia.

Penerima manfaat
  • Spesies endemik yang dirawat dan dilepaskan kembali ke habitatnya.
  • Masyarakat lokal dengan peningkatan kesempatan kerja dan ekowisata.
  • Masyarakat Indonesia yang lebih luas mendapatkan manfaat dari peningkatan konservasi spesies.
Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global (Global Biodiversity Framework (GBF))
Target GBF 4 - Menghentikan Kepunahan Spesies, Melindungi Keanekaragaman Genetik, dan Mengelola Konflik Manusia-Satwa Liar
Target GBF 14 - Mengintegrasikan Keanekaragaman Hayati dalam Pengambilan Keputusan di Setiap Tingkat
Target GBF 19 - Memobilisasi $200 Miliar per Tahun untuk Keanekaragaman Hayati dari Semua Sumber, Termasuk $30 Miliar Melalui Pembiayaan Internasional
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
SDG 8 - Pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi
SDG 15 - Kehidupan di darat
TPB 17 - Kemitraan untuk mencapai tujuan
Cerita
Gambar menunjukkan John dan tim penyelamatnya.
John dan tim penyelamatnya menyisir sebuah kapal di Pelabuhan Yos Soedarso, Ambon, menyusul adanya laporan bahwa ada satwa yang diduga diperdagangkan di atas kapal.
UNDP Indonesia.

John Pieter Syaranamual, seorang petugas garda depan yang bekerja di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Maluku, membantu menggagalkan pengiriman satwa liar ilegal yang melewati pelabuhan Ambon, di provinsi Maluku.

Pada Mei 2023, John berkoordinasi dengan polisi dan otoritas pelabuhan setempat untuk menaiki sebuah kapal di Pelabuhan Yos Soedarso, setelah mendapat informasi tentang kemungkinan adanya satwa yang diperdagangkan di kapal tersebut. Bukan sekadar dugaan, John dan timnya menemukan tujuh ekor kanguru pohon Papua dan empat puluh burung eksotis di dalam kapal, terkurung di dalam kandang yang sempit dan dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.

John menceritakan betapa memilukannya momen ini: "Melihat mereka terperangkap dan ketakutan mengingatkan saya bahwa setiap makhluk memiliki kehidupan yang layak untuk dipertahankan," katanya. Setelah John dan timnya menyelamatkan satwa-satwa ini, mereka dibawa ke Pusat Konservasi Maluku dan menerima perawatan rehabilitasi.

John menekankan pentingnya inisiatif seperti Pusat Konservasi Maluku untuk konservasi spesies. Seperti yang ia tekankan, "kita mungkin tidak dapat menyelamatkan mereka semua, tetapi kita harus mencoba yang terbaik, karena setiap kehidupan yang kita lindungi adalah kemenangan yang layak diperjuangkan".

Kami mengundang Anda untuk membaca kisah lengkap John, yang disusun oleh tim UNDP Indonesia, melalui tautan berikut ini: https://www.undp.org/indonesia/stories/when-compassion-meets-action-protecting-indonesias-living-treasures.

Terhubung dengan kontributor