Rencana Pengelolaan Perikanan Kakap Artisanal

Data komposisi tangkapan, analisis stok ikan kakap, dan pengetahuan ekologi nelayan yang dikumpulkan melalui kelompok diskusi terarah yang dipimpin oleh nelayan, lokakarya, dan kegiatan partisipatif lainnya dikompilasi ke dalam rencana pengelolaan yang dievaluasi oleh dan akhirnya disetujui oleh kedua asosiasi nelayan. Rencana ini merupakan alat tata kelola lokal yang merinci metode penangkapan ikan dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mempertahankan perikanan kakap yang berkelanjutan. Rencana ini akan dipresentasikan kepada perikanan kakap lainnya di Semenanjung yang ingin mengembangkan strategi dan alat pengelolaan. Strategi pengelolaan bersama tidak diakui di Kosta Rika, tetapi persetujuan atas rencana pengelolaan lokal adalah cara untuk mempromosikan pengembangannya.

Nelayan harus bersedia bekerja sama dengan para peneliti untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk pengembangan rencana pengelolaan. Selain itu, nelayan juga harus mengetahui apa itu perikanan berkelanjutan dan bagaimana perikanan berkelanjutan diatur. Ini berarti mereka harus mengembangkan metode penangkapan ikan baru yang dapat menjaga perikanan dalam batas produksi yang berkelanjutan, serta menciptakan sistem tata kelola mandiri yang mengatur kegiatan mereka.

Istilah "rencana pengelolaan" memiliki konotasi negatif di kalangan nelayan kakap. Hal ini disebabkan oleh sistem tata kelola sumber daya pesisir Kosta Rika yang kuno dan bersifat top-down. Selama bertahun-tahun nelayan tradisional diberitahu apa, di mana, dan kapan harus menangkap ikan melalui serangkaian rencana pengelolaan nasional yang mengabaikan proses konsultasi lokal; oleh karena itu, para peneliti harus menggunakan istilah "strategi penangkapan ikan yang berkelanjutan" alih-alih "rencana pengelolaan". Proses persetujuan memakan waktu lama dan nelayan umumnya curiga dengan serangkaian aturan dan peraturan lain yang harus diikuti. Para peneliti proyek harus mengidentifikasi anggota asosiasi utama yang bersedia mendedikasikan waktu untuk belajar dan memahami manfaat mengembangkan perikanan berkelanjutan. Orang-orang ini kemudian mulai meyakinkan rekan-rekan nelayan mereka tentang nilai jangka panjang dari strategi ini.

Sementara nelayan kakap lokal mengamati strategi perikanan mereka, pemerintah Kosta Rika belum mengakui inisiatif pengembangan pengelolaan bersama.

Strategi pembiayaan berkelanjutan

Pemerintah daerah saat ini bekerja sama dengan LSM dan komunitas filantropi untuk melakukan transisi dari inisiatif yang digerakkan oleh LSM internasional dan didanai oleh donor menjadi inisiatif yang secara efektif dikelola sepenuhnya oleh lembaga lokal dan didanai secara berkelanjutan. Jika berhasil, ini akan menjadi jaringan KKP pertama di Indonesia yang dibiayai secara berkelanjutan dan akan menjadi model di seluruh Indonesia dan kawasan. Keberlanjutan keuangan jaringan KKP akan dicapai melalui diversifikasi sumber pendapatan termasuk alokasi pemerintah, biaya pengunjung dan mekanisme pembiayaan lokal lainnya, penggalangan dana lokal, dan dana perwalian konservasi. Koalisi BLKB mengembangkan model biaya yang komprehensif dan rencana bisnis yang memproyeksikan biaya, pendapatan, dan kesenjangan bentang laut di bawah sistem pengelolaan "kondisi mantap" yang diharapkan sudah ada pada tahun 2017. Lebih dari 70% biaya lokal telah dijamin melalui sumber-sumber lokal, dengan kontributor terbesar adalah pemerintah sendiri. Meskipun komitmen lokal ini belum pernah terjadi sebelumnya, investasi tambahan diperlukan untuk memastikan bentang laut yang sepenuhnya bersumber daya berkelanjutan. Koalisi ini bekerja sama dengan pemerintah provinsi untuk mengembangkan dana perwalian khusus, Dana Abadi Biru, untuk mengisi kesenjangan tersebut.

  • Keahlian Keuangan Konservasi
  • Dukungan dan komitmen pemerintah

Jangka panjang tidak selamanya. Pendanaan yang berkelanjutan sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang dari setiap inisiatif konservasi, terutama pada skala besar. Pada awal komitmen satu dekade di Papua Barat, tim membuat rencana untuk memastikan transisi yang stabil dari inisiatif yang dipimpin oleh LSM dan bergantung pada donor internasional menjadi inisiatif yang memiliki kepemimpinan dan kepemilikan lokal yang kuat.

Keterlibatan sektor swasta
Industri pariwisata dikembangkan secara sistematis untuk memotivasi pemerintah dalam melindungi sumber daya alam dari eksploitasi berlebihan dan memprioritaskan jalur pembangunan yang lebih berkelanjutan. Tim ini bekerja sama dengan pemilik bisnis pariwisata dalam menerapkan ekowisata, termasuk homestay yang dimiliki oleh masyarakat setempat, dan memperjuangkan terciptanya sistem retribusi wisatawan yang transparan dan akuntabel, yang kini menghasilkan lebih dari $ 1.000.000 per tahun dalam bentuk pendapatan yang disalurkan untuk konservasi laut dan pengembangan masyarakat. CI juga mendukung dinas pariwisata setempat dan asosiasi operator tur untuk mengambil langkah-langkah sukarela dan peraturan untuk memastikan praktik-praktik terbaik pariwisata. Mulai dari mengembangkan kode etik untuk penyelam dan video pendidikan hingga memasang pelampung tambat untuk memfasilitasi pengembangan undang-undang pariwisata komprehensif pertama di Indonesia (sekarang menjadi model nasional) yang membatasi jumlah liveaboard, melembagakan sistem perizinan, dan memberikan pedoman yang ketat untuk pembangunan pesisir. Industri pariwisata, yang telah menjadi bagian yang semakin besar dari ekonomi lokal, sekarang menjadi insentif yang kuat untuk menjaga kesehatan ekosistem dan memprioritaskan industri yang berkelanjutan di atas industri pertambangan dan industri ekstraktif lainnya.
- Keberadaan atau potensi yang signifikan untuk pengembangan industri pariwisata - Minat dan komitmen masyarakat - Dukungan dari penyedia layanan dan pemerintah - Mekanisme hukum untuk memungut retribusi
erkembangan industri pariwisata yang sistematis dan terkendali merupakan katalisator utama bagi konservasi di Kepala Burung, terutama untuk memprovokasi pemerintah agar melakukan perubahan untuk melindungi sumber daya alam dari eksploitasi yang berlebihan dan mengutamakan inisiatif tersebut. Setelah bertahun-tahun keterlibatan khusus dan perhatian media, ada juga pergeseran yang jelas dalam upaya pemerintah untuk memprioritaskan pariwisata sebagai salah satu pendorong ekonomi utama bagi Papua. Menteri Pertambangan dan Energi telah membuat banyak pernyataan publik yang kuat di media bahwa Raja Ampat terlarang untuk pertambangan karena pentingnya konservasi dan pariwisata. Pergeseran lain ke arah pariwisata dicontohkan pada tahun 2012 ketika pemerintah Raja Ampat mengesahkan peraturan DPRD yang melarang penangkapan hiu dan pari. Peraturan ini merupakan peraturan pertama yang memberikan perlindungan penuh terhadap hiu dan pari di Indonesia dan merupakan suaka resmi pertama di Segitiga Terumbu Karang.
Kapasitas yang memadai dan lembaga-lembaga pengelolaan bersama
Untuk membangun pengelolaan lokal yang efektif, koalisi BLKB secara aktif mencari dan merekrut pemimpin masyarakat yang energik untuk mengambil peran pengelolaan KKP dan kemudian selama enam tahun berikutnya secara sistematis membangun kapasitas mereka untuk mengelola sumber daya laut mereka secara efektif melalui program pelatihan yang ditargetkan dan bimbingan satu per satu. Tim BLKB meluncurkan Program Peningkatan Kapasitas Pengelolaan KKP yang komprehensif melalui kemitraan dengan pemerintah provinsi dan Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA). Program ini dirancang untuk menjadikan para pemimpin desa setempat, praktisi KKP lokal, dan pejabat pemerintah daerah menjadi pengelola KKP yang sangat efektif dan patut dicontoh. Koalisi ini juga bekerja sama secara langsung dengan pemerintah daerah dan nasional untuk mengembangkan sistem tata kelola pengelolaan KKP pertama di Indonesia, serta membantu membentuk lembaga-lembaga pengelolaan KKP pemerintah yang baru, yang di dalamnya tim-tim KKP dari masyarakat setempat dapat diikutsertakan. Lembaga-lembaga baru ini juga membutuhkan dukungan pengembangan kapasitas yang cukup besar karena mereka memperkuat kapasitas manajemen kelembagaan mereka. Melalui investasi ini, jaringan KKP sekarang dikelola secara lokal melalui kemitraan yang diakui secara hukum antara masyarakat lokal dan pemerintah daerah.
- Komitmen masyarakat yang kuat - Dukungan dari pemerintah - Kerangka hukum - Kesediaan para pemimpin untuk mengambil peran sebagai pengelola KKL - Dukungan teknis dan keuangan untuk pelatihan dan pendampingan yang ditargetkan
Komitmen pemerintah adalah kunci untuk mencapai kerangka kerja yang diperlukan dan dengan demikian persetujuan sistem pengelolaan bersama KKL. Implementasi membutuhkan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab, dan kerangka hukum untuk dewan yang memiliki fleksibilitas dan otonomi untuk mengelola sumber pendanaan tetap dan merekrut pegawai non-PNS. Kebijakan dan peraturan di tingkat nasional dan daerah memberikan dasar hukum untuk jaringan KKP dan mandat untuk implementasi yang efektif dari rencana pengelolaan KKP, sistem zonasi, dan peraturan. Tumpang tindih yurisdiksi untuk pengelolaan KKP individu dan rencana jaringan nasional harus dipertimbangkan sejak dini. Komitmen untuk mempekerjakan secara lokal dan kemudian berinvestasi dalam pengembangan kapasitas dianggap penting untuk keberhasilan jangka panjang jaringan KKP. Pendekatan ini menunjukkan bahwa konservasi berbasis masyarakat pada skala besar adalah mungkin: konservasi bottom-up yang benar dan berbasis masyarakat tidak harus terbatas pada skala kecil dan masyarakat lokal dapat mengelola KKL skala sangat besar secara efektif.
Pengembangan jaringan KKL yang terhubung secara ekologis
Dengan adanya jejaring KKP yang baru saja dideklarasikan, koalisi berfokus pada pengembangan sistem pengelolaan yang memberdayakan masyarakat lokal untuk secara aktif memimpin perencanaan, pengelolaan, dan pelaksanaan program jejaring KKP BLKB. Batas-batas KKP serta zona-zona di dalamnya sebagian besar didasarkan pada batas-batas kepemilikan, bukan pada batas-batas administratif. Untuk memperkuat identitas budaya di dalam KKP, tradisi sasi (penutupan panen musiman) di Papua dipadukan dengan konsep modern zona larang tangkap (NTZ) sebagai cara untuk menghidupkan kembali praktik budaya yang penting ini. Di dalam setiap KKP, minimal 20-30% dari semua habitat kritis ditutup sepenuhnya untuk eksploitasi di dalam NTZ yang berfungsi sebagai "bank ikan". Area di luar NTZ sebagian besar dibatasi untuk penangkapan ikan tradisional oleh masyarakat lokal dan menggunakan praktik pengelolaan perikanan berkelanjutan. Masyarakat dan pemerintah daerah kemudian dibekali dengan keterampilan dan infrastruktur yang diperlukan untuk secara aktif mengelola dan menegakkan kawasan lindung mereka sendiri. Dengan cara ini, KKP dirancang tidak hanya untuk melindungi modal alam yang penting, tetapi juga secara eksplisit untuk meningkatkan perikanan lokal berskala kecil dan untuk memperkuat hak-hak kepemilikan masyarakat Papua.
- Komitmen dan dukungan masyarakat yang kuat - Komitmen, dukungan, dan kemauan pemerintah - Kerangka hukum yang ada - Kepemilikan laut yang ada - Dukungan teknis dan finansial
Menggunakan proses konservasi sebagai sarana untuk memperkuat hak dan budaya masyarakat lokal. KKL didelineasi dengan menggunakan batas-batas kepemilikan adat dan bukan hanya batas-batas administratif. Setiap KKP yang dideklarasikan secara lokal pertama kali diumumkan melalui upacara lokal oleh dewan pemimpin adat setempat. Patroli gabungan melibatkan anggota masyarakat dan petugas polisi, dengan anggota masyarakat membawa otoritas tradisional dan tenaga kerja, dan petugas polisi menambahkan tingkat otoritas hukum dan pelatihan tambahan. Patroli ini menggunakan sistem partisipasi "bergilir" di mana individu-individu ditunjuk oleh kepala desa untuk melakukan "tour of duty" selama dua minggu, dan kemudian digantikan oleh tim baru yang terdiri dari penduduk desa. Dengan cara ini, selama satu tahun, mayoritas laki-laki dewasa di suatu desa akan meluangkan waktu setidaknya dua minggu untuk berpatroli di KKP mereka, dan selama itu mereka akan mengembangkan rasa pemahaman dan kepemilikan yang lebih kuat terhadap KKP.
Dukungan dan kemitraan sosial dan politik
Untuk membangun dukungan sosial dan politik, CI membentuk koalisi mitra di seluruh bentang laut. Kami secara aktif terlibat dengan lebih dari 90 komunitas pesisir yang tersebar untuk membangun kepercayaan dan dukungan masyarakat, sambil bertukar pikiran tentang pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan manfaat konservasi. Melalui berbagai strategi komunikasi dan edukasi yang inovatif, tim kami mampu memperkuat dampaknya terhadap kesadaran dan komitmen masyarakat terhadap konservasi laut dalam skala geografis yang luas. Tim melatih petugas konservasi masyarakat untuk setiap desa dan membekali para pemimpin agama dengan pelatihan lingkungan, sehingga mereka dapat menyebarkan pesan konservasi secara luas. Tim ini membina para pejuang konservasi di seluruh wilayah, yang secara perlahan bekerja untuk mengubah sikap terhadap penggunaan sumber daya dan konservasi. Gerakan konservasi laut meluas ke seluruh Bentang Laut melalui program radio konservasi yang sangat populer dan ruang kelas terapung yang berkeliling di sekitar wilayah tersebut untuk memberikan pembelajaran berdasarkan pengalaman. Upaya penjangkauan ini bahkan lebih sukses dari yang diperkirakan, yang mengarah pada tindakan yang relatif cepat oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Bersama-sama mereka membentuk jaringan KKP pertama di Indonesia.
- Strategi keseluruhan untuk Bentang Laut Kepala Burung berhasil dengan baik dalam konteks budaya Melanesia yang menghargai kepemilikan laut. - Inisiatif bentang laut apa pun membutuhkan lembaga utama dan mitra untuk berkomitmen untuk terlibat dalam jangka waktu yang signifikan, memiliki strategi dan visi jangka panjang. - Pendanaan yang signifikan dan komitmen donor untuk bermitra dalam jangka panjang untuk mencapai keberhasilan skala bentang laut.
Kemitraan merupakan hal yang sangat penting di BLKB dan memungkinkan konservasi dilakukan pada skala bentang laut yang sesungguhnya. Pada tahun 2004, Conservation International (CI) menjalin kerjasama yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan The Nature Conservancy (TNC) dan WWF-Indonesia di Papua, dengan meluncurkan Prakarsa Bentang Laut Kepala Burung. Kemitraan ini telah berkembang selama bertahun-tahun dengan melibatkan lebih dari 20 mitra pusat, yang sebagian besar merupakan lembaga lokal. Integrasi aspirasi masyarakat ke dalam proses desain jejaring KKP, yaitu dengan fokus pada peningkatan perikanan lokal yang berkelanjutan (ketahanan pangan) dan penguatan hak-hak pengguna sumber daya tradisional, budaya dan tenurial, menghasilkan deklarasi jejaring KKP BLKB dengan cepat.
Pengembangan Kapasitas

Pelatihan regional dan nasional yang disesuaikan dengan kebutuhan dan prioritas akan membangun kapasitas pemerintah nasional dan daerah untuk mengintegrasikan isu-isu dan pendekatan-pendekatan ke dalam proses perencanaan nasional mereka. Menggunakan dan menyediakan panduan dan materi pelatihan yang dikembangkan oleh para ahli internasional dan nasional untuk pengajaran, interaksi, latihan kelompok, diskusi, dan kunjungan lapangan. Memastikan kepatuhan terhadap dokumen sumber daya regional dan nasional tentang perencanaan tata ruang pesisir.

Kondisi untuk adopsi di tempat lain:

  • Adaptasi nasional untuk pengembangan kapasitas dan kegiatan aplikasi lapangan di masing-masing negara

Serangkaian konsultasi nasional dan analisis kesenjangan dengan masing-masing negara yang berpartisipasi terbukti bermanfaat untuk mengidentifikasi prioritas pengembangan kapasitas dalam mengintegrasikan konsep manajemen baru ke dalam perencanaan tata ruang. Konsultasi tersebut juga membantu menetapkan menu pengembangan kapasitas dan kegiatan aplikasi lapangan yang memungkinkan, termasuk garis besar yang direkomendasikan untuk lokakarya dan kursus pelatihan. Kesesuaian kurikulum dan silabus kursus pelatihan dengan dokumen sumber daya regional dan nasional tentang perencanaan tata ruang pesisir sangat penting untuk menyediakan kegiatan peningkatan kapasitas dan aplikasi lapangan yang disesuaikan dengan negara dan untuk memenuhi prioritas negara.

Dokumen Sumber Daya Regional

Dokumen sumber daya regional (RRD) untuk perencanaan tata ruang pesisir menjelaskan pendekatan pengelolaan dalam sistem perencanaan tata ruang yang ada, dan menguraikan penerapan proses perencanaan tata ruang secara umum pada berbagai skala, tingkat administratif, dan tingkat kerumitan. Referensi metode, alat, dan sumber informasi disediakan. Pengguna dapat menavigasi secara progresif melalui berbagai langkah yang berurutan, atau melompat ke bagian yang relevan dengan kebutuhannya.

Kondisi untuk diadopsi di tempat lain:

  • Dukungan dan komitmen penuh dari pemerintah nasional dan pihak berwenang di setiap negara yang berpartisipasi untuk perencanaan tata ruang pesisir dan laut

Perencanaan tata ruang pesisir dan laut (CMSP) bersifat multisektoral dan interdisipliner, sehingga membutuhkan komitmen dan kerja sama dari berbagai kementerian dan pihak berwenang di berbagai tingkat pemerintahan. Mempertemukan semua pemangku kepentingan untuk mendiskusikan dan menyepakati hal-hal terkait merupakan tantangan yang dapat diatasi dengan baik melalui konsultasi dan pelatihan nasional. Langkah-langkah ini juga mendorong pembelajaran silang dan pembentukan tim; meningkatkan kerja sama, koordinasi dan dialog di antara mereka. Dukungan dan kerja sama yang berkesinambungan dari otoritas nasional akan membuka jalan ke depan.

Lembaga Tingkat Desa

Komite manajemen desa yang berimbang secara gender dan sosial dibentuk di masyarakat sasaran yang diatur oleh aturan yang disepakati. Mereka mengembangkan peraturan dan rencana mikro untuk semua kegiatan dan bertanggung jawab atas pelaksanaannya. Mereka mencoba mempertimbangkan keprihatinan dan prioritas berbagai pemangku kepentingan. Pelatihan memungkinkan mereka untuk mempertimbangkan temuan-temuan baru terkait perubahan iklim.

Kondisi untuk adopsi di tempat lain:

  • Tidak ada konflik antar dusun
  • Pengetahuan rinci tentang komposisi sosial-ekonomi masyarakat termasuk kasta dan suku yang dijadwalkan
  • Sumber daya untuk memberikan pelatihan yang diperlukan bagi anggota masyarakat

Pendekatan yang dilakukan tidak hanya melibatkan masyarakat desa tetapi juga bersama-sama membentuk komite manajemen desa yang secara substansial berkontribusi dalam membangun kepercayaan, keyakinan, dan kemitraan antara masyarakat dan organisasi pelaksana. Komite manajemen desa merupakan sarana yang berguna untuk berbagi pengalaman dan menyebarkan praktik-praktik yang baik di dalam dan di luar masyarakat. Komite ini juga berperan sebagai katalisator bagi komitmen masyarakat desa untuk terlibat dalam pelaksanaan proyek dan bertanggung jawab atas keberhasilannya. Komposisi gendernya memastikan bahwa laki-laki dan perempuan berpartisipasi dalam diskusi dan pengambilan keputusan. Pelatihan yang diberikan kepada masyarakat dan komite desa mengembangkan kapasitas untuk lebih memahami bagaimana beradaptasi dengan kondisi alam yang memburuk, dan mempersiapkan diri menghadapi konsekuensi perubahan iklim. Komite desa memperoleh kompetensi untuk bertindak sebagai advokat di komunitas lain.

Analisis Situasi dan Penilaian Kerentanan

Penilaian pedesaan secara partisipatif membantu menggambarkan situasi sosial ekonomi dan lingkungan serta masalah-masalah utama. Penilaian geografis dan penggunaan sistem informasi geografis membantu mengidentifikasi area proyek dan zona risiko yang paling terpengaruh oleh dampak perubahan iklim seperti kenaikan permukaan air laut dan salinitas.

Kondisi untuk diadopsi di tempat lain:

  • Informasi mengenai permukaan laut rata-rata saat ini dan yang diperkirakan
  • Dampak yang dimodelkan dari kenaikan permukaan laut terhadap wilayah pesisir dan masyarakat yang menjadi target
  • Tidak ada konflik antar dusun di wilayah target
  • Kesediaan masyarakat, dan dukungan untuk proses partisipatif yang berkelanjutan

Kombinasi antara partisipatif dan alat bantu ilmiah seperti SIG sangat berguna untuk mengungkap isu-isu nyata yang dihadapi masyarakat.